DESA KECIL PENUH KENANGAN JAUH DARI KEBLINGER KOTA NAMUN TETAP JAYA . . . .

Kamis, 15 Januari 2009

TIDORE MAJANG (FILSAFAT TEKNOLOGI)

ABSTRAKSI
ANALISIS KRITIS PEMIKIRAN K. BERTENS TENTANG METAFISIKA HEIDEGER
Abdurrahman Kader*

Heideger adalah seorang tokoh fenomenologi filsafat Teknologi. Hal yang melatar belakangi sehingga penulis mengangkat pemikiran Heideger dalam penulisan paper ini karena ada beberapa hal yaitu : Apakah pernyataan “Teknik menamatkan metafisika” adalah pemikiran dari Heidegger ataukah analisis dari K. Bertens dan apakah betul pemikiran tersebut
Permasalahan di atas dapat menghasilkan batasan pemikiran bahwa pengkajian tentang teknologi meneurut Heidegger bahwa teknologi berasal dari kata Techne yang mempunyai arti bukan hanya kativitas dan keahlilan menukang dengan tangan, tetapi juga seni pikiran dan seni halus. Techne dihubungkan dengan epistem dalam Yunani Kuno maka kedua kata tersebut Techne melibatkan pengetahuan praktis sedangkan episteme melibatkan pengetahuan teoritis yang eksak/pasti.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa asumsi K. Bertens tentang “Teknik dan Metafisika pada dasarnya sama dan dalam arti tertentu dapat dikatakan bahwa teknik menamatkan metafisika”, pada dasarnya terdapat kekeliruan dalam analisisnya karena teknik merupakan salah satu objek kajian metafisika namun bukan berarti dengan mengkaji teknik maka metafisika akan berakhir.
Kemudian asumsi yang kedua bahwa dalam pemikiran Heidegger penulis tidak pernah mendapatkan pemikiran Heidegger tentang esensi teknik yang dipelajari dan penjelasan tentang metafisika teknologi Heidegger juga tidak ada yang disinggung tentang Teknik menamatkan metafisika sebagaimana yang diasumsikan oleh K. Bertens.


PENDAHULUAN


Sosoknya tidak begitu mengesankan. Wajahnya juga pasaran, tidak mirip seorang cendekiawan. Ia lebih mirip petani yang sering memakai topi pet. “Perawakan professor pendek dan ramping”, demikian tulis Stefan Schimanski, “rambutnya hitam tebal dengan lintasan-lintasan putih. Ketika muncul dari pondoknya, ia naik ke puncak bukit, lalu menyalami saya. Ia berpakaian ala petani, pakaian yang sering ia kenakan ketika menjabat sebagai rektor di Freiburg. Sepatu botnya besar, dan itu semakin menandakan keterikatannya dengan tanah.“
Sosok bersahaja ini adalah salah satu filsuf terbesar di dalam sejarah filsafat Barat. Namanya adalah Martin Heidegger. Dari foto-fotonya, orang bisa melihat bahwa ia memiliki mata yang tajam. Foto-foto itu juga memiliki keunikan tersendiri. Ia sering difoto dari belakang, sehingga yang tampak hanya punggungnya saja. Pose ini seringkali mengundang beragam tafsiran tentang karakter Heidegger. Bukan hanya riwayat hidupnya yang multi tafsir, pemikiran dan filsafatnya pun penuh dengan lika liku yang mengundang beragam tafsiran kontroversial.
Heidegger merupakan sosok filsof barat yang mempunyai andil besar dalam memperbaharui konsep metafisika Barat.Ia merupakan tipe sosok pemikir yang memiliki daya perenungan dan reflksi yang dalam. Metafisika Barat-modern yang eksis begitu lama telah ia selami begitu detailnya sehingga ia mampu menangkap sisi kelemahan dari konsep metafisika Barat tersebut.
Dasar filsafat Heidegger adalah fenomenologi. Filsafat ini ia geluti semenjak ia belajar di Universitas Freiburg, tempat dia mempelajari teologi dan filsafat skolastik. Fenomenologi sendiri pada awalnya sudah menyembul dalam pemikiran Franz Brentano. Hembusan pemikiran inilah yang kemudian dikembangkan secara fantastis dan dramatis oleh Edmund Huserl (1859-1938). Dalam ranah filsafat, fenomenologi ini merupakan sistem filsafat yang bertolak belakang dengan pakem filsafat sebelumnya. Fenomenologi memaklumatkan sebuah slogan “kembali pada kenyataan itu sendiri”. Dengan kata lain tunda dulu semua keputusanmu tentang kenyataan. Biarlah kenyataan atau istilah filsofisnya :fenomen, mewujudkan kebenarannya sendiri.
Karya monumental karangan Heidegger yakni Being and Time berisi pemikiran tentang ada atau dasein dan ontologi maknanya yang bersifat temporalitas. Sesuatu yang dinamakan dasein adalah berada-dalam-dunia, dimana memiliki eksistensi yang tampak disaksikan oleh mata telanjang.
Konsep mengenai ada atau dasein adalah yang tampak tidak tersembunyi. Heidegger yakin bahwa tidak tersembunyi adalah interpretasi dalam kebenaran. Teknologi adalah hasil penerjemahan akal budi di tingkat praksis sehingga wujudnya merupakan objek, ciptaan, makhluk yang dibangun melalui kreatifitas daya kognitif manusia.
Metafisika dalam teknologi berhubungan dengan wujud yang disebabkan oleh sebab lain. Metafisika bekerja dalam ada dalam adaan. Pengungkapan yang tersembunyi sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia demi kenyamanan dan efektifitas kegiatannya.
Pemikiran Heidegger yang sangat menarik tentang teknologi dan metafisika ini sehingga K. Bertens dalam bukunya Filsafat Barat Kontemporer Inggris Jerman menganaslisa pemikiran Heidegger tentang teknik dan metafisika sehingga K. Bertens mengambil suatu kesimpulan bahwa “Teknik dan Metafisika pada dasarnya sama dan dalam arti tertentu dapat dikatakan bahwa teknik menamatkan metafisika”.


ANALISIS KRITIS PEMIKIRAN K. BERTENS TENTANG METAFISIKA HEIDEGGER

A.Pengertian Metafisika
Metafisika secara etimologi metafisika berasal dari bahasa Yunani yaitu ta meta ra physika artinya “sesudah atau dibelakang realitas fisik”. Namun secara terminologi dikemukakan oleh para filosof yaitu :
1). Aristoteles mengatakan bahwa metafisika adalah cabang filsafat yang mengkaji yang –ada sebagai yang –ada.
2). Anton Bakker bahwa metafisika adalah cabang filsafat yang menyelidiki dan menggelar gambaran umum tentang struktur realitas yang berlaku mutlak dan umum
3). Van Peursen, Metafisika adalah bagian filsafat yang memusatkan perhatiannya kepada pertanyaan mengenai akar terdalam yang mendasari segala yang –ada. (Joko Siswanto, 2004 : 7)
Dalam filsafat, metafisika juga populer disebut dengan ontologi. Kajian ontologi atau metafisika ini merupakan ranah yang untuk membincang dan menguak sang Ada.Orientasi ontologis-metafisis adalah mencoba untuk membongkar dan menangkap ada yang sebenarnya. Apa hakekat ada sebenarnya? Itulah pertanyaan pokok metafisika. Ontologi adalah ilmu tentang Ada (Being), yang menjadi sumber eksistensi segala sesuatu di dunia fenomenal yang diistilahkan dengan Mengada atau adaan (beings).
Istilah metafisika berasl dari bahasa Yunani dikemukakan oleh Aristoteles yaitu meta ta physike yang berarti hal-hal yang berada di balik (sesudah) fisika. Istilah tersebut dapat didefenisikan sebagai ilmu yang menelaah tentang segala sesuatu sampai tingkat yang terdalam dari suatu kenyataan (hakekatnya). (Kaelan, 2005 : 35)
Dari pengertian metafisika di atas menurut penulis bahwa segala seuatu yang objek kajiannya diluar batas pikiran normal manusia dan selalu mengkaji realitas dibelakang realitas sebenarnya maka dinamakan metafisika

B.Metafisika Teknologi Heidegger
Dalam filsafat, metafisika juga populer disebut dengan ontologi. Kajian ontologi atau metafisika ini merupakan ranah yang untuk membincang dan menguak sang Ada.Orientasi ontologis-metafisis adalah mencoba untuk membongkar dan menangkap ada yang sebenarnya. Apa hakekat ada sebenarnya? Itulah pertanyaan pokok metafisika. Ontologi adalah ilmu tentang Ada (Being), yang menjadi sumber eksistensi segala sesuatu di dunia fenomenal yang diistilahkan dengan Mengada atau adaan (beings).
Bagi Heidegger Ada adalah sesuatu yang universal yang mengatasi seluruh partikularitas. Ia adalah sesuatu yang mencakup dan melampoi seluruh adaan. Katakanlah bahwa rumah, manusia, hewan, meja, kursi dan sebagainya semuanya adalah “adaan”. Namun “Ada” sendiri bukanlah rumah, meja, kursi, manusia dan sejenisnya itu . Ia (Ada) meliputi semua “adaan”. Bagi Heidegger “Ada” pada hakekatnya adalah lebih fundamental dan lebih prinsipil dari adaan-adaan tersebut. Maka, dalam dunia filsafat, pertanyaan lebih efektifnya diarahkan pada sang Ada itu.
Heidegger telah menabuh genderang perang terhadap rasio atau pemikiran yang terlanjur diabsolutkan tersebut. Dengan tegas ia menyatakan bahwa yang namanya rasio atau logos itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari waktu (zeit) atau dimensi kemewaktuan (zeitlechkeit). Rasio atau logika adalah fakta yang berada dalam kungkungan ruang dan waktu, ia adalah barang yang menyejarah. Maka dari itu, sangat tidak mungkin apabila rasio atau pikiran terlepas dari dimensi kesejarahannya.
Bagi Heidegger ada dalam Dasein adalah ada dalam dunia yang merupakan satu kesatuan. Artinya, realitas Dasein dan dunia sendiri tidak dipahami sebagai dua entitas yang terpisah dan berdiri secara bergadap-hadapan. Ada daalam Dasein sudah pasti ada dalam dunia, namun Dasein sendiri bukanlah benda-benda material yang ada di dunia seperti pohon, binatang, rumah dan sejenisnya.
Dasein berbeda dengan benda-benda metarial itu, ia terus bergelut terllibat dan melibatkan diri, terpengaruh dan mempebgaruhi dengan alam di sekitarnya. Dasein. Keberadaan Dasein sendiri bukanlah seperti keberadaan air dalam ember yang bersifat empiris-obyektif. Keberadaan Dasein lebih bersifat faktisitas yaitu keberadaan dalam dunia sedemikian rupa ketika dasein memahami dirinya sebagai terkait dengan benda-benda lain. Dalam istilahnya Heidegger, Dasein hidup di dunia tidak diam begitu saja, tetapi ia justru mendunia. Dengan demikian meskipun ia secara ontologis-eksistensial berbeda dengan benda-benda partikular dunia, Dasein tetap sebuah realitas yang menyejarah. Konsep semacam ini merupakan kritik yang tajam terhadap metafisika Barat sebelumnya yang cenderung memisahkan diri dalam kategori subjek-objek. Dengan konsep Dasein yang eksistensinya menyejarah, meruang dan mewaktu namun ia sendiri bukan benda-benda yang ada dalam ruang dan waktu itu, berarti konsep oposisi biner seperti sobyek-obyek, superior-inferior, obyektif-subyektif dan sejenisnya menjadi runtuh.
Hakekat teknologi memang merupakan hubungan ready to hand yang melihat dunia sebagai in order to. Melalui ready to hand, lingkungan tampak sebagai ‘dunia’, karena pengalaman praksis menjelajahi dunia melalui ready to hand. Heidegger berargumen bahwa model hubungan teoritis, presence at hand, tidak dapat menjelajahi dunia. Seseorang tidak dapat membuat hubungan praksis hanya dengan memberi predikat atau sifat kepada sebuah obyek. Entitas bukanlah merupakan suatu hal yang hanya unutk diberi nilai-nilai, baik nilai-nilai kegunaan atau kemanfaatan melalui konsep kognitif, melainkan untuk dimanfaatkan secara praksis. Dengan menyatakan ini, Heidegger tidaklah menganggap bahwa hubungan presence at hand tidak ada, namun hubungan ini sangat tergantung pada ready to hand.
Heidegger membedakan teknologi dengan esensi teknologi. Meskipun hadir dalam waktu yang bersamaan namun tetap berbeda dalam tataran ontologis. Teknologi sebagai alat merupakan wujud luar yang ditangkap oleh mata, berwujud konkrit, sementara sebagai aktifitas manusia merupakan wujud tersembunyi namun dapat terungkap secara nyata berkat kecerdasan manusia. Esensi teknologi menumbuhkan konsep dasar bagi teknologi sebagai persembahan tingkat kreatifitas, kemajuan di dalam upaya memperluas daya dorong aktualisasi diri manusia.
Heidegger menyatakan bahwa teknologi bukan sekedar alat, namun sebuah jalan atau cara untuk membuka pikiran (reveal). Wujud yang dahulu tidak ada atau tidak terlihat sekarang berkat teknologi menampakan bagian yang tersembunyi, berkat hasil karya manusia di bidang teknologi.
Bentuk otonomi teknologi menunjukan bahwa kepentingan manusia di batasi oleh jiwa teknologi yang di pengaruhi oleh kepentingan teknologi sendiri. Jarak pengaruh teknologi terhadap diri manusia begitu nyata, kuat sehingga otonomi teknologi berhadapan dengan kepentingan manusia. Sampai titik tertentu manusia mengabdi pada teknologi sehingga melahirkan ”manusia teknologi”dimana seluruh struktur yang berada dalam diri manusia sepenuhnya bergantung pada pola hidup teknologi. Seperti realitas maya internet membentuk dunia baru, pergaulan manusia dibatasi serta jaringan kerja luas, kebebasan informasi begitu mudah diakses dan batas-batas budaya, informasi, realitas sudah tidak terbatas sampai keseluruh penjuru dunia. Disisi lain penggunaan hand-phone sebagai alat komunikasi seringkali dipakai untuk berbicara, mengambil gambar visual, mendengarkan musik, merekam pembicaraan dapat mengubah jadwal dan kegiatan keseharian yang dahulu tertib dengan pola pikir mandiri, namun kini kontrol diri tak dapat dibatasi oleh pilihan sendiri namun sepenuhnya berdasar dari otonomi teknologi yang meng-intervensi pola pikir manusia. Keberhasilan teknologi dalam mempengaruhi manusia tak lepas dari cara pandang serta penilaian terhadap teknologi.
Pandangan Heidegger tentang alat yaitu Alat-alat itu menghadirkan dunianya sendiri yang saya tidak tahu. Namun saya bisa menguasainya jika saya masuk ke dalam dunia itu. Pemahaman mengenai alat-alat dan dunia yang dihadirkan olehnya merupakan pemahaman esensial akan ada.
Menurut Mardimin hakekat teknologi adalah tangan untuk melaksanakan kekuasaan yang dimiliki ilmu, hal ini harus disadari oleh manusia. Teknologi dihasilkan dari dari penerapan ilmu yang sudah mengalami penelitian dan pengembangan lebih lanjut hingga manfaatnya menjadi jelas bagi kehidupan manusia.(Heru Santoso, 2007 : 98)
Dengan demikian dalam metafisika Heidegger membicarakan tentang ada dan adanya teknologi bagi kehidupan manusia, olehnya sering orang mengira bahwa Heidegger adalah orang yang tidak suka akan teknologi namun pada dasarnya Ia merupakan aliran fenomoenologis sehingga beliau melihat sisi penampakan dari teknologi itu sehingga seorang Heidegger kedudukannya dalam teknologi adalah diantaranya.

C.Analisis Kritis Pemikiran K. Bertens Tentang Metafisika Heidegger
Penjelasan-penjelasan di atas maka disini penulis dapat menjelaskan bagaimana pemikiran K. Bertens yang menjelaskan buah pikiran metafisika Heidegger tentang teknik dan metafisika dalam bukunya berjudul Filsafat Barat Kontemporer Inggris –Jerman yang mengatakan bahwa “Teknik dan Metafisika pada dasarnya sama dan dalam arti tertentu dapat dikatakan bahwa teknik menamatkan metafisika”.
Analisis K. Bertens tentang masalah di atas karena dalam periode metafisika yang ditandai oleh lupa akan ada, sehingga seorang Heidegger berbicara tentang Teknik sehingga pemikiran Heidegger menjelaskan tentang hubungan erat antara teknik dengan metafisika, dari pendapat ini sehingga K. Bertens berasumsi bahwa pada saat tertentu Teknik menamatkan metafisika.
Pada analisa K. Bertens tentang masalah tersebut menurut pemikiran penulis sepertinya terdapat kekeliruan karena metafisika merupakan ilmu yang sangat luas wilayah kajiannya, kajian yang paling utama adalah tentang ada dan ke-adaan suatu benda atau mahluk, dengan demikian hubungan apa antara teknik dengan perkembangan metafisika sehingga K. Bertens mengasumsikan bahwa teknik menamatkan metafisika.
Namun dipihak lain penulis sepertinya mendukung asumsi dasar tersebut karena berbicara tentang ada akan sesuatu maka lebih cenderung ke persoalan keilmuan atau pengetahuan sedangkan teknik atau teknologi merupakan buah tangan atau hasil keterampilan manusia, dengan demikian maka terjadinya perpaduan antara pengetahuan (pemikiran manusia) dengan teknik/teknologi (keterampilan) maka melahirkan kesempurnaan.
Sebagaimana Heidegger (Francis Lim, 2007 : 61) mengklaim bahwa terdapat sejenis pengetahuan praksis yang sungguh berbeda dari pada pengetahuan teoritis. Pengetahuan praksis berdasrkan kegunaan entitas, namun pengetahuan teoritis didasarkan pada predikat ciri-ciri yang diberikan kepada entitas. Praksis merujuk pada kegunaan yang menyatakan diri, sementara observasi teoritis adalah mengamati dan meletakan sifat-sifat tertentu.
Namun pada dasarnya bahwa apa yang diasumsikan oleh K. Bertens tersebut merupakan keliru karena dalam metafisika Heidegger hanya membicarakan tentang pengertian akan ada dan adanya seuatu. Dan pengkajian tentang teknologi meneurut Heidegger bahwa teknologi berasal dari kata Techne yang mempunyai arti bukan hanya kativitas dan keahlilan menukang dengan tangan, tetapi juga seni pikiran dan seni halus. Techne dihubungkan dengan epistem dalam Yunani Kuno maka kedua kata tersebut Techne melibatkan pengetahuan praktis sedangkan episteme melibatkan pengetahuan teoritis yang eksak/pasti.
Heidegger juga menerangkan dua jalan manusia berhubungan dengan dunia, yaitu presence at hand dan ready to hand. Presence at hand melihat dunia sebagai yang ‘sudah begitu adanya’. Dunia merupakan suatu entitas dengan segala atribut dan predikat yang dimilikinya. Dunia adalah ‘theoretically determined’, suatu entitas teoritis. Pada kelanjutannya, presence at hand menghadirkan pengetahuan teoritis tentang dunia.


KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa asumsi K. Bertens tentang “Teknik dan Metafisika pada dasarnya sama dan dalam arti tertentu dapat dikatakan bahwa teknik menamatkan metafisika”, pada dasarnya terdapat kekeliruan dalam analisisnya karena teknik merupakan salah satu objek kajian metafisika namun bukan berarti dengan mengkaji teknik maka metafisika akan berakhir.
Kemudian asumsi yang kedua bahwa dalam pemikiran Heidegger penulis tidak pernah mendapatkan pemikiran Heidegger tentang esensi teknik yang dipelajari dan penjelasan tentang metafisika teknologi Heidegger juga tidak ada yang disinggung tentang Teknik menamatkan metafisika sebagaimana yang diasumsikan oleh K. Bertens.

DAFTAR PUSTAKA
Adian, Donny Gahral, 2003. Martin Heidegger, Teraju
K. Bertens. 2002. Filsafat Barat Kontemporer Inggris-Jerman: PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Lim, Francis. 2007. Filsafat Teknologi, Don Ihde Tentang Dunia, Manusia dan Alat: Kanisius. Yogyakarta.
M.S. Kaelan. Dr. 2005. Metode Penelitian Kualitatif bidang Filsafat: Paradigma. Yogyakarta
Siswanto, Joko. 2004. Metafisika Sistematik: Taman Pustaka Kristen. Yogyakarta
Santoso, Heru. Ir. 2007. Etika dan Teknologi:Tiara Wacana. Yogyakarta

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda